Alasannya, mereka memenangkan calon yang dianggap bermasalah.
Suasana sidang sengketa Pilkada di MK. (VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.)
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten 50 Kota digugat lantaran memenangkan pasangan calon yang dukungan pencalonannya dianggap tidak sah. Atas persoalan ini, MK diminta mendiskualifikasi pasangan calon yang menang tersebut.
Persoalan ini digugat pasangan calon Pilkada Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Asyirwan Yunus dan Ilson Cong ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat KPUD Lima Puluh Kota yang dituding berpihak pada peraih suara terbanyak Pilkada Lima Puluh Kota, Irfendi Arbi, dan Ferizal Ridwan, sebagai pasangan calon nomor urut 1.
Kuasa hukum pemohon, Adi Mansar, mengatakan bahwa KPU tidak melakukan klarifikasi pada pasangan calon dengan efektif dan baik. Sehingga akibat tidak mengklarifikasi, KPUD dituding telah melakukan pelanggaran secara sengaja.
"Hal ini jelas tidak independen sehingga melanggar asas pilkada, padahal telah ada laporan pngaduan masyarakat," ujar Adi dalam sidang pendahuluan pilkada kabupaten Lima Puluh Kota yang dipimpin Hakim Ketua Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 7 Januari 2016.
Klarifikasi yang ia maksud terkait dengan pasangan Irfendi dan Ferizal yang dianggap tidak pernah mendapatkan dukungan pencalonan dari pengurus pusat PPP yang dipimpin Djan Faridz.
"Sebagai bukti tidak pernah memberi dukungan, telah ada laporan ke panitia pengawas soal dikeluarkannya surat pencabutan dukungan," kata Adi.
Ia menambahkan atas persoalan ini, KPU dianggap tidak mengikuti pedoman KPU pusat soal pemenuhan syarat calon dan penerimaan pendaftaran syarat pencalonan yang diajukan partai politik.
Atas persoalan ini, ia menilai seharusnya KPU mengklarifikasi pada pimpinan partai yang mengusung calon. Tapi hal tersebut tidak pernah dilakukan KPU.
"Dalam petitum menyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Dan keputusan KPU mengenai hasil pemilihan bupati dinyatakan diskualifikasi pada pasangan calon nomor urut 1," kata Adi.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten 50 Kota digugat lantaran memenangkan pasangan calon yang dukungan pencalonannya dianggap tidak sah. Atas persoalan ini, MK diminta mendiskualifikasi pasangan calon yang menang tersebut.
Persoalan ini digugat pasangan calon Pilkada Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Asyirwan Yunus dan Ilson Cong ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat KPUD Lima Puluh Kota yang dituding berpihak pada peraih suara terbanyak Pilkada Lima Puluh Kota, Irfendi Arbi, dan Ferizal Ridwan, sebagai pasangan calon nomor urut 1.
Kuasa hukum pemohon, Adi Mansar, mengatakan bahwa KPU tidak melakukan klarifikasi pada pasangan calon dengan efektif dan baik. Sehingga akibat tidak mengklarifikasi, KPUD dituding telah melakukan pelanggaran secara sengaja.
"Hal ini jelas tidak independen sehingga melanggar asas pilkada, padahal telah ada laporan pngaduan masyarakat," ujar Adi dalam sidang pendahuluan pilkada kabupaten Lima Puluh Kota yang dipimpin Hakim Ketua Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 7 Januari 2016.
Klarifikasi yang ia maksud terkait dengan pasangan Irfendi dan Ferizal yang dianggap tidak pernah mendapatkan dukungan pencalonan dari pengurus pusat PPP yang dipimpin Djan Faridz.
"Sebagai bukti tidak pernah memberi dukungan, telah ada laporan ke panitia pengawas soal dikeluarkannya surat pencabutan dukungan," kata Adi.
Ia menambahkan atas persoalan ini, KPU dianggap tidak mengikuti pedoman KPU pusat soal pemenuhan syarat calon dan penerimaan pendaftaran syarat pencalonan yang diajukan partai politik.
Atas persoalan ini, ia menilai seharusnya KPU mengklarifikasi pada pimpinan partai yang mengusung calon. Tapi hal tersebut tidak pernah dilakukan KPU.
"Dalam petitum menyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Dan keputusan KPU mengenai hasil pemilihan bupati dinyatakan diskualifikasi pada pasangan calon nomor urut 1," kata Adi.
Megawati: Jangan Menampar
Selasa, 1 Desember 2015 | 15:00 WIB
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS -
Setelah hujan deras, matahari bersinar terang memanasi lapangan di depan
gedung Kabupaten Sangihe di Tahuna, Sulawesi Utara, Jumat (27/11/2015).
Massa memenuhi bagian depan panggung yang didirikan di ujung alun-alun
itu. Mereka memandang dan mendengarkan dengan takzim presiden kelima RI,
Megawati Soekarnoputri, yang berbicara di atas panggung.
Suara Mega terdengar lirih. Mik atau pengeras suara yang disediakan untuk Mega tampaknya rusak dan tidak bisa diletakkan di tempatnya. Akibatnya, Mega harus memegang mik itu. "Baru sekali ini saya memegang mik semacam ini," ujarnya.
Sebelumnya, penyanyi Connie Mamahit yang melantunkan lagu "Balada Pelaut" di panggung yang sama juga mengeluhkan mik tersebut.
Wajah Mega hari itu diterpa sinar matahari sehingga keringat mengalir deras di sekujur wajahnya. Namun, ia menolak tisu yang disodorkan seorang perempuan bernama Norma Nortje Tiwa. Keringat terus mengalir di wajahnya.
Perempuan
Di pulau terluar itu Mega antara lain bercerita tentang seorang anak perempuan dari sebuah keluarga miskin yang tinggal jauh dari Jakarta. Anak perempuan itu pandai, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Mega minta kepada orangtua anak perempuan itu untuk membawa anak perempuannya ke Jakarta guna disekolahkan lebih lanjut.
Orangtua anak perempuan tersebut hampir pingsan mendengar permintaan Mega. Akhirnya, Megawati memboyong anak itu beserta keluarganya ke Jakarta. "Saya ingin kaum perempuan di Indonesia maju dan kuat. Jangan hanya saya yang sempat jadi presiden. Perempuan lain juga harus bisa," ujarnya.
Kemudian Mega bicara soal perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ia ingin hal itu tidak terjadi.
Berceritalah ia tentang suaminya, almarhum Taufik Kiemas, yang dulu kalau marah suaranya keras. Untuk mencegah sang suami melakukan tindak kekerasan, Mega menyampaikan ancaman.
"Saya akan tinggalkan kamu kalau menampar atau melakukan kekerasan kepada saya. Namun, beliau kini sudah tiada," ujarnya yang disambut tawa hadirin.
Mega menasihatkan kepada para perempuan jangan cukup gembira apabila disebut sebagai perempuan cantik dan manis. "Kaum perempuan juga harus pandai dan kuat," katanya.
Kepada kaum pria yang suka memukul perempuan, Mega meminta agar mereka memukul diri sendiri. "Kalau terasa sakit, jangan lakukan itu kepada perempuan," ujarnya.
Hal lain yang dikritik Mega adalah dunia olahraga di negeri ini. "Lihat saja olahraga kita. Perbaikan olahraga adalah bagian revolusi mental, lho," katanya mengingatkan. (J Osdar)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Desember 2015, di halaman 2 dengan judul "Megawati: Jangan Menampar".
Suara Mega terdengar lirih. Mik atau pengeras suara yang disediakan untuk Mega tampaknya rusak dan tidak bisa diletakkan di tempatnya. Akibatnya, Mega harus memegang mik itu. "Baru sekali ini saya memegang mik semacam ini," ujarnya.
Sebelumnya, penyanyi Connie Mamahit yang melantunkan lagu "Balada Pelaut" di panggung yang sama juga mengeluhkan mik tersebut.
Wajah Mega hari itu diterpa sinar matahari sehingga keringat mengalir deras di sekujur wajahnya. Namun, ia menolak tisu yang disodorkan seorang perempuan bernama Norma Nortje Tiwa. Keringat terus mengalir di wajahnya.
Perempuan
Di pulau terluar itu Mega antara lain bercerita tentang seorang anak perempuan dari sebuah keluarga miskin yang tinggal jauh dari Jakarta. Anak perempuan itu pandai, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Mega minta kepada orangtua anak perempuan itu untuk membawa anak perempuannya ke Jakarta guna disekolahkan lebih lanjut.
Orangtua anak perempuan tersebut hampir pingsan mendengar permintaan Mega. Akhirnya, Megawati memboyong anak itu beserta keluarganya ke Jakarta. "Saya ingin kaum perempuan di Indonesia maju dan kuat. Jangan hanya saya yang sempat jadi presiden. Perempuan lain juga harus bisa," ujarnya.
Kemudian Mega bicara soal perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ia ingin hal itu tidak terjadi.
Berceritalah ia tentang suaminya, almarhum Taufik Kiemas, yang dulu kalau marah suaranya keras. Untuk mencegah sang suami melakukan tindak kekerasan, Mega menyampaikan ancaman.
"Saya akan tinggalkan kamu kalau menampar atau melakukan kekerasan kepada saya. Namun, beliau kini sudah tiada," ujarnya yang disambut tawa hadirin.
Mega menasihatkan kepada para perempuan jangan cukup gembira apabila disebut sebagai perempuan cantik dan manis. "Kaum perempuan juga harus pandai dan kuat," katanya.
Kepada kaum pria yang suka memukul perempuan, Mega meminta agar mereka memukul diri sendiri. "Kalau terasa sakit, jangan lakukan itu kepada perempuan," ujarnya.
Hal lain yang dikritik Mega adalah dunia olahraga di negeri ini. "Lihat saja olahraga kita. Perbaikan olahraga adalah bagian revolusi mental, lho," katanya mengingatkan. (J Osdar)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Desember 2015, di halaman 2 dengan judul "Megawati: Jangan Menampar".
0 komentar:
Posting Komentar